Nilai tukar rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (25/9/2025). Saat pembukaan perdagangan, rupiah melemah 42 poin atau 0,25% menjadi Rp16.726 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.684 per dolar AS.

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan pelemahan rupiah dipicu oleh data ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan.

"Indikator sektor perumahan AS melampaui ekspektasi pada Agustus 2025, dengan Penjualan Rumah Baru naik menjadi 800 ribu dari 664 ribu dan Izin Mendirikan Bangunan meningkat menjadi 1,33 juta dari 1,31 juta, menunjukkan permintaan konsumen yang kuat,” ujar Josua dikutip dari Antara, Kamis.

Menurutnya, data tersebut mengurangi kemungkinan The Federal Reserve (The Fed) akan melakukan pemotongan suku bunga secara agresif ke depan.

Pasar pun tidak banyak merespons rilis data Purchasing Managers' Index (PMI) AS yang lebih lemah dari perkiraan. Investor menilai indeks masih berada di wilayah ekspansif, yakni di atas 50.

Sinyal The Fed

Sentimen tambahan datang dari pernyataan pejabat The Fed yang cenderung hati-hati. Presiden Fed San Francisco Mary Daly menegaskan pemotongan suku bunga lebih lanjut mungkin masih diperlukan, namun harus dibarengi dengan sikap kehati-hatian.

Sementara itu, Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee mengungkapkan keraguannya terhadap pemotongan suku bunga tambahan. Ia menyoroti ketidakpastian apakah tren inflasi belakangan ini hanya sementara atau akan bertahan lebih lama.

“Komentar-komentar ini mengindikasikan bahwa beberapa anggota FOMC (Federal Open Market Committee) masih ragu-ragu untuk pelonggaran lebih lanjut,” jelas Josua.

Rupiah Sempat Menguat Tipis

Sebelumnya, pengamat ekonomi, mata uang, dan komoditas Ibrahim Assuaibi, mencatat bahwa pada perdagangan sore Rabu (24/9/2025), rupiah sempat menguat tipis 3 poin di level Rp16.684 per dolar AS dari penutupan sebelumnya Rp16.687.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.680 – Rp16.730," kata Ibrahim.

Menurutnya, penguatan tipis rupiah saat itu didukung ketegangan geopolitik yang menimbulkan kekhawatiran pasokan energi global yang lebih ketat.

Ketegangan Geopolitik dan Perubahan Retorika AS

Presiden AS Donald Trump dalam pidatonya di Majelis Umum PBB menegaskan bahwa negara-negara NATO harus menembak jatuh pesawat Rusia jika melanggar wilayah udara aliansi. Trump juga menyatakan Ukraina dapat merebut kembali seluruh wilayahnya dari Rusia.

"Pernyataan tersebut menandai perubahan retorika yang tajam dalam sikap Washington dan dianggap meningkatkan risiko sanksi lebih lanjut terhadap ekspor energi Rusia, yang dapat menekan pasokan global," ujar Ibrahim.

Selain itu, laporan Bloomberg menyebut otoritas Rusia sedang mempertimbangkan pembatasan ekspor diesel oleh beberapa perusahaan setelah serangan pesawat nirawak Ukraina terhadap fasilitas energi.