London – Inggris, Australia, dan Kanada secara resmi mengakui Negara Palestina pada Minggu (21/9/2025). Langkah yang kemudian diikuti Portugal ini memicu kemarahan Israel dan mempertegas perubahan sikap diplomatik di dunia internasional.

Inisiatif terkoordinasi tiga negara persemakmuran—yang juga sekutu lama Israel—lahir dari meningkatnya kemarahan atas perang di Gaza dan kebijakan Israel yang dinilai menghambat pembentukan Negara Palestina, termasuk perluasan permukiman di Tepi Barat.

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, yang menghadapi tekanan dari Partai Buruh, menegaskan pengakuan tersebut bertujuan menghidupkan kembali harapan perdamaian.
Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian dan solusi dua negara, saya menyatakan dengan jelas sebagai perdana menteri negara besar ini bahwa Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina,” kata Starmer dalam pesan video yang dilansir AP.
Ia menegaskan keputusan ini bukan hadiah bagi Hamas, kelompok yang dituduh Israel berada di balik serangan 7 Oktober 2023.

Starmer menambahkan, “Kami mengakui negara Israel lebih dari 75 tahun lalu sebagai tanah air bagi bangsa Yahudi. Hari ini kami bergabung dengan lebih dari 150 negara yang juga mengakui Negara Palestina.”


Reaksi Palestina dan Israel

Langkah tersebut langsung menuai kecaman dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Itu tidak akan terjadi. Negara Palestina tidak akan didirikan di sebelah barat Sungai Yordan,” tegas Netanyahu.

Ia bahkan mengancam akan mengambil langkah sepihak, termasuk kemungkinan mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat, sebagai tanggapan. Netanyahu berencana menyampaikan respons resmi setelah berpidato di Sidang Umum PBB pada Jumat (26/9), sebelum bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih.

Sebaliknya, Hamas menyambut baik keputusan pengakuan tersebut. Mereka menyebutnya hasil sah dari perjuangan rakyat Palestina dan mendesak komunitas internasional untuk mengisolasi Israel.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas menilai pengakuan Inggris menjadi langkah penting menuju perdamaian yang adil dan abadi berdasarkan solusi dua negara.


Latar Belakang Sejarah

Inggris dan Prancis memiliki peran panjang di Timur Tengah sejak kekalahan Kekaisaran Ottoman pada Perang Dunia I. Inggris, yang pernah memerintah Palestina, menerbitkan Deklarasi Balfour 1917 yang mendukung pembentukan “tanah air nasional bagi bangsa Yahudi”.
Namun, bagian kedua deklarasi—yang menekankan hak-hak sipil dan keagamaan bangsa Palestina—selama ini diabaikan.

Penting bagi Prancis dan Inggris untuk mengakui Palestina karena warisan keterlibatan kedua negara ini di Timur Tengah,” kata Burcu Ozcelik, peneliti senior Royal United Services Institute, London.
Namun ia menilai, tanpa pengakuan dari Amerika Serikat, dampak nyata di lapangan akan tetap terbatas.

Husam Zomlot, kepala misi Palestina di Inggris, menambahkan,
Isunya hari ini adalah mengakhiri penyangkalan atas keberadaan kami yang dimulai 108 tahun lalu, pada 1917. Dan saya pikir hari ini rakyat Inggris seharusnya merayakan hari ketika sejarah sedang diperbaiki.


Perubahan Sikap Diplomatik

Selama puluhan tahun, Inggris mendukung solusi dua negara, namun pengakuan resmi biasanya menunggu proses perdamaian.
Kini, setelah serangan besar Israel di Gaza yang menewaskan lebih dari 65.000 orang dan menimbulkan krisis kemanusiaan parah, Inggris menilai solusi dua negara hampir mustahil jika tidak ada langkah tegas.

Pekan lalu, pakar independen Dewan HAM PBB menuduh Israel melakukan genosida di Gaza, tuduhan yang dibantah keras oleh Israel. Selain itu, perluasan permukiman Tepi Barat yang agresif semakin meresahkan.

Langkah ini memiliki bobot simbolis dan historis, memperjelas keprihatinan Inggris tentang keberlangsungan solusi dua negara dan dimaksudkan untuk menjaga agar tujuan itu tetap relevan dan hidup,” kata Olivia O’Sullivan, Direktur Program Inggris di Dunia dari Chatham House, London.


Pengakuan dari Inggris, Australia, Kanada, dan Portugal menjadi sinyal kuat perubahan peta diplomasi internasional, sekaligus tekanan baru bagi Israel agar membuka jalan menuju perdamaian jangka panjang di Timur Tengah.