Fiji, negara kepulauan kecil di Pasifik Selatan dengan penduduk kurang dari satu juta jiwa, meresmikan Kedutaan Besar (Kedubes) di Yerusalem pada Rabu (17/9/2025). Lokasi kedutaan baru ini berada di Distrik Har Hotzvim dan menempati gedung yang sama dengan misi diplomatik Paraguay.

Upacara peresmian dihadiri Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri Gideon Saar, serta Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Fiji Sitiveni Rabuka.

Sebelum acara, Netanyahu menerima Rabuka dalam pertemuan diplomatik dan menyampaikan terima kasih atas dukungan Fiji terhadap Israel. Keduanya juga membahas isu politik dan keamanan regional. Rabuka bahkan mengundang Netanyahu beserta istrinya untuk berkunjung ke Fiji, seperti dilansir media Israel Ynetnews.

Dengan pembukaan ini, Fiji menjadi negara ketujuh yang menempatkan kedutaan di Yerusalem, setelah Amerika Serikat, Guatemala, Kosovo, Honduras, Papua Nugini, dan Paraguay.


Misi Diplomatik ke-14 Fiji

Kesepakatan awal pendirian kedutaan dicapai pada Juni 2023 oleh Menteri Luar Negeri Israel saat itu, Eli Cohen, namun sempat tertunda. Peresmian akhirnya terlaksana setelah adanya kesepakatan antara Gideon Saar dan Sitiveni Rabuka pada Februari 2025 di sela-sela Konferensi Keamanan Munich.

Kementerian Luar Negeri Israel menanggung biaya sewa gedung kedutaan tersebut selama lima tahun. Kebijakan ini sama seperti untuk kedutaan Honduras, Paraguay, dan Papua Nugini.

Menurut Kementerian Luar Negeri Fiji, negara itu kini memiliki 14 misi diplomatik di luar negeri, termasuk di Amerika Serikat, Tiongkok, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Uni Emirat Arab, Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Papua Nugini, serta dua perwakilan tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa dan New York. Kedubes di Yerusalem menjadi misi diplomatik Fiji yang ke-14.


Palestina Mengecam Keras

Kementerian Luar Negeri Palestina pada Kamis (18/9) mengecam pembukaan kedutaan Fiji di Yerusalem.

Dalam pernyataan melalui media sosial X, Palestina menilai langkah Fiji sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan resolusi sah internasional.

Palestina juga menyebut pembukaan kedutaan itu sebagai ancaman langsung terhadap prospek penerapan solusi dua negara.

"Hal ini menegaskan kembali bahwa semua langkah Israel di Yerusalem tidak sah, batal demi hukum, dan tidak memiliki legitimasi apa pun berdasarkan hukum internasional," demikian bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Palestina.

Palestina menyerukan agar Fiji mempertimbangkan kembali dan membatalkan keputusan tersebut, serta mematuhi hukum internasional dan mendukung upaya komunitas internasional dalam mewujudkan perdamaian.